Geger Kasus Dugaan Jual-Beli Pulau Lihaga Sulawesi Utara, Penasehat Hukum Ahli Waris Tempuh Kasasi

Media Team (red)

M.Sunandar Yuwono, SH, MM sebagai kuasa dari korban menilai bahwa : Putusan Judex Factie Pengadilan Negeri Airmadidi Keliru. Pengacara kondang yang akrab di panggil bang M. Sunan menjelaskan kepada awak media via chat komuniksasi WhatsApp bahwa Putusan Pengadilan Negeri Airmadidi Manado Sulawesi Utara janggal dalam putusannya, dan tidak melalui pertimbangan, serta tidak cermat dalam memilih bukti perkara.”Jelasnya”
Menurut Karel Takumangsang atau Isabella TAKUMANSANG via WhatsApp menceritakan kronologi kejadian kasus Pulau lihaga di wilayah Manado Sulawesi Utara tersebut menirukan keterangan korban sebagai kliennya bahwa; Pada tgl 9 mei 2020 hari sabtu jam 9 pagi yang terjadi di pulau lihaga. Saya (Karel Takumangsang) sebagai ahli waris bersama keluarga, dengan memakai perahu motor pergi ke pulau lihaga dengan maksud menanyakan surat yang di berikan oleh Kepala Desa Moses Kornoles kepada salah satu perusahaan. Oleh penjaga pulau sesuai penyampaian dari Bos nya menempuh jalur hukum, beberapa hari sebelumnya kami ke lihaga bersama Gubernur Olie Dodokambey, Ketua DPRD Propinsi Sulut Andre Angouw dan Juga Kapolres Minut AKBP Grace Rahakbau datang ke lihaga membahas surat yg dibuat keluarga.

Sesuai pendengaran Kepala Desa dalam masalah ini Andre angouw dan Kapolres dimana kami ahli waris datang akan di tindak / dipidana kan .Kami keluarga tidak bisa menerima hal tersebut, maka kami melakukan pelemparan kaca terhadap bangunan yg ada di pulau lihaga. Berapa saat kemudian datang seorang polisi dengan memberikan hp nya kepada saya tersebut sembari menyuruh saya berbicara langsung dengan Kapolres Minut.Dengan Nada membentak saya dan Polisi itu mengatakan pulau itu bukan punya kamu ( Karel Takumangsang).

Sekitar setengah jam kemudian di pulau Lihaga datang Wakapolres, Kasad Sabhara juga beberapa anggota untuk menjemput saya ( Karel takumangsanng) bersama keluarga .
Sesampainya di ujung Desa Serai sudah ada menunggu Kapolres juga puluhan anggota polisi minut.Tujuannya untuk menangkap kami dan dibawa ke Polres minut.
Kami pun diperiksa dengan di dampingi Kapolres degan mengarahkan ke pasal 170 KUHP kepada tim Riksa, kami lalu ditahan 1 x 24 jam , kemudian di peringatkan untuk tdk mengulangi lagi.

Lebih jelas bang Sunan mengatakan dimana hakim keliru dalam penerapan hukum, kurang pertimbangan hukum (Onvoldoende Gemotiveerd) dan kurang cemat dalam menilai bukti untuk pertimbangan hukum. Majelis Hakim Judex Factie tingkat pertama dalam putusarl No.124/Pdt.G/2020/PN. Tanggal 3 Februari 2021 yaitu pada halaman 52 s/d halaman 56 yang mana pada pokoknya:”Majelis Hakim hanya mempergunakan Pasal 1917 KUHPerdata. Yurispudensi Mahkamah Agung RI No. 647 K/Sip/1973 tanggal 13 April 1973, dan Surat Edaran
Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2002 untuk memutuskan perkara aquo adalah NeBis in idem”.

Menurut Karel Takumangsang atau Isabella TAKUMANSANG via WhatsApp menceritakan kronologi kejadian kasus Pulau lihaga di wilayah Manado Sulawesi Utara tersebut menirukan keterangan korban sebagai kliennya bahwa; Pada tgl 9 mei 2020 hari sabtu jam 9 pagi yang terjadi di pulau lihaga. Saya (Karel Takumangsang) sebagai ahli waris bersama keluarga, dengan memakai perahu motor pergi ke pulau lihaga dengan maksud menanyakan surat yang di berikan oleh Kepala

Menurut Kuasa hukum atau Bang M. SUNAN Bahwa pertimbangan hukum putusan yang oleh pengadilan Negeri Mandidi adalah salah
dalam penerapan hukum, kurang pertimbangan hukum
dan kurang cermat dalam menilai bukti. dikarenakan :

Terkait dengan Pasal 1917 KUHPerdata, Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.
647 K/Sip/1973 tanggal 13 April 1973 dan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3
Tahun 2002
Bahwa ketentuan Pasal 1 91 7 KUHPerdata yang berbunyi :
“Ada tidaknya asas nebis in idem tidak semata mata ditentukan oleh para pihak saja, melainkan terutama bahwa objek sengketa sudah diberi status tertentu oleh Pengadilan Negeri yang lebih dahulu dan telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti dan alasannya adalah sama”

Bahwa ketentuan poin I huruf (C) Surat Edaran Mahkamah Agung No 3 Tahun 2002 berbunyi: Majelis hakim wajib memperhatikan baik putusan dalam eksepsi maupun dalam pokok perkara, mengenai perkara serupa yang pernah Di putus di masa lalu”. Jelas apabila dicermati kembali makna dan rumusan Pasal 1917 KUHPerdata berikut Yurisprudensi Makamah Agung RI No. 647 K/Sip/1973 Tanggal 13 April 1973 dan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2002 tersebut diatas ” Ketentuan tersebut mengamanatkan agar Majelis hakim dalam memeriksa perkara yang berkaitan dengan nebis in idem HARUS lebih teliti karena asas /sifat nebis in idem itu sendiri: bersifat kumulatif”
Artinya untuk dapat diterapkan ya asas nebis in idem sesuai Pasal 1917 KUHPerdata tersebut harus terpenuhi syarat nya yaitu:

1.Harus pernah ada putusan PN yang sudah berkekuatan hukum tetap, yang sama dengan perkara aquo. 2.Apa yang di permasalahan dipersengketakan ( obyek sengketa) dalam putusan terdahulu, harus sama dengan apa yang diperiksakan dalam perkara aquo. 3. Dasar alasan gugatan dalam putusan terdahulu harus sama dengan dasar alasan gugatan aquo.

Nah syarat dan unsur tersebut tidak Terpenuhi maka saya punya kesimpulan disini ada dugaan hakim tidak seimbang dalam perkara ini kata Kuasa hukum Bang Sunan. Oleh karena dugaan keadilan dan hukum sudah di beli maka saya sebagai Kuasa Hukum akan memohon perlindungan Kepada Presiden Republik Indonesia perihal tanah pulau tersebut, artinya dalam hal ini masyarakat lemah akan dipermainkan oleh oknum penguasa. Dan kami yakin Pak Presiden adalah telah memprogramkan penuntasan permasalahan besar di Republik ini, yang salah satunya adalah mafia tanah. Baik Pengusaha, Konglomerat, Oknum pejabat dan ini harus kita perjuangkan hingga tuntas, “Tutup Bang Sunan

Rilis editor: R.Andika (red)

0Shares

Pos terkait